Rabu, 20 November 2013

Adat Istiada : Kekuatan dalam Pelestarian Program




Sebagai masyarakat yang masih memegang teguh adat isitiadat, peran adat begitu dominan dalam kehidupan masyarakat di Kecamatan Hamparan Rawang, tidak terkecuali dalam hal pengelolaan dana bergulir. Seperti apa peran adat dalam memajukan UPK Kecamatan Hamparan Rawang setelah menyandang status phase out?


Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh (Kabupaten Kerinci) Provinsi Jambi telah membuktikan bahwa program akan tetap lestari meski berstatus lokasi phase out.
Status phase out bukanlah vonis bahwa program telah usai. Namun justeru dianggap sebagai titipan amanah yang harus dijalankan sebaik mungkin. Mereka percaya bahwa akan banyak kekuatan yang bisa dimanfaatkan untuk membuktikan bahwa program dapat terus berjalan,  salah satu kekuatan itu adalah adat istiadat.Hamparan Rawang yang dikenal sebagai pusat /tempat pengambilan keputusan adat di bumi sakti alam kerinci yang dengan kenal istilah adat “ Tiga di Mudik Empat Tanah Rawang, Tiga di hilir Empat Tanah Rawang “Kalau kita bawa ke tatanan bernegara Hamparan Rawang merupakan tempat berkedudukannya “Mahkamah Konstitusi” adat di Bumi Sakti Alam Kerinci.
Bagi masyarakat Hamparan Rawang, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Artinya seluruh kebiasaan yang digunakan hanyalah bersumber dari ajaran Islam sebagai agama yang dianut. Selain itu, juga dikenal dengan adanya istilah sanak jantan dan sanak batino. Anak jantan merupakan saudara laki-laki merupakan pemimpin terkecil bagi sanak batino
Setiap individu masyarakat mempunyai pemimpin adat secara berjenjang. Pimpinan adat ini dimulai dari sanak jantan, kemudian ninik mamak (saudara laki-laki yang dituakan), depati (pemegang kekuasaan dalam kalbu/suku).
Secara hirarki, sanak batino¸akan sangat patuh pada pimpinan adatnya. Dan sebagai pimpinan adat (anak jantan, ninik mamak, dan depati) juga akan sangat melindungi anak batino-nya. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan anak batino juga merupakan tanggung jawab pimpinan adatnya. Mereka (pemimpin) tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi, apalagi sampai membuat malu.
Keteguhan masyarakat dalam memegang adat istiadat tentunya menjadi senjata ampuh dalam pengelolaan UPK Hamparan Rawang. Membawa pengelolaan dana bergulir ke dalam wilayah adat merupakan teknik jitu dalam membangun partisipasi masyarakat.
Dalam pengelolaan dana bergulir, UPK Hamparan Rawang bersama pelaku tingkat kecamatan selalu melibatkan kaum adat. Pelibatan ini dimulai dari proses verifikasi dengan menghadirkan anak jantan.
Saharman gelar Datuk Cayo Depati, tokoh adat dan juga anggota Tim Verifikasi mengungkapkan bahwa dengan menghadirkan anak jantan  pada saat verifikasi SPP dimaksudkan agar sanak jantan  dapat mengetahui pinjaman SPP yang diajukan sanak batino-nya. Dengan demikian, diharapkan juga agar sanak jantan  dapat membantu agar dana tersebut bisa digunakan sebaik mungkin dan dikembalikan tepat waktu.
Begitu juga halnya dalam penanganan masalah tunggakan, UPK melakukan dengan menempuh penyelesaian secara adat terlebih dahulu. Proses ini dimulai dari musyawarah terkecil atau yang disebut dengan berjenjang naik bertakah turun. Artinya semua persoalan akan dimuyawarahkan terlebih dahulu ditingkat anak jantan, sebelum sampai pada tahap musyawarah ninik mamak dan depati.
Drs.Asma Ismail Gelar Depati , tokoh adat Hamparan Rawang yang juga Ketua BKAD menjelaskan bahwa masing-masing tingkatan musywarah akan berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan tunggakan SPP. Sebab jika pada suatu tingkatan tidak bisa diselesaikan, dan menyerahkan ke tingkatan diatasnya, maka hal itu pada dasarnya merupakan aib bagi tingkatan yang tidak bisa mengambil keputusan. Apalagi jika penyelesaian itu sampai pada tingkatan musyawarah depati,  maka keputusan depati merupakan mutlak. Bahkan depati  dapat menjual harta pusaka untuk membayar tunggakan SPP anak batino tersebut.
Sanak jantan akan merasa malu jika tidak bisa mencari jalan keluar untuk menyelesaikan tunggakan SPP yang dilakukan oleh sanak batino-nya. Tapi hal ini jarang terjadi. Sebab sanak jantan akan berusaha semaksimal mungkin mencari jalan keluar sehingga masalah ini tidak sampai pada tingkat ninik mamak, apalagi sampai pada depati,” karena kalau sampai ditingkat depati berati masalahnya harus selesai apupun jalannya yang dalam istilah adat dikenal dengan “ memakan sampai habis, memegal sampai putus “ kata Asma Ismail yang juga Anggota DPRD Kota Sungai Penuh.
Saat ini, memasuki usia empat tahun berstatus phase out, UPK Hamparan Rawang tetap eksis dengan perkembangan dana bergulir yang sangat baik. Selain melibatkan kaum adat, keberhasilan ini juga tidak terlepas dari peran pelaku lainnya.
Dikatakan Asma Ismail, selama ini pihaknya juga sangat terbantu dengan dukungan dari pemerintah kecamatan dan pemerintah Kota Sungaipenuh. Selain itu, bimbingan dari Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Kerinci juga sangat berperan dalam pengelolaan dana bergulir.
“Prinsipnya, semua masyarakat Hamparan Rawang bergotong royong untuk melestarikan dana bergulir atau SPP. Bahkan Anggota DPRD Kota Sungai Penuh, khususnya Dapil Hamparan Rawang juga sangat mendorong agar dana bergulir bisa berkembang,” kata  Asma Ismail Depati.
Saat ini, UPK Hamparan Rawang juga mencoba memanfaatkan perhatian Pemerintah Kota Sungai Penuh. proposal penambahan modal UPK ke Pemerintah Kota sebesar Rp. 840.000.000 tengah menunggu proses realisasi. Anggota dewan pun turut mengawal proposal yang diajukan.

Tidak ada komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan