I. Latar Belakang
Upk merupakan suatu lembaga keuangan yang dibentuk oleh program pada setiap kecamatan partisipasi PNPM MPd dengan tugas utamanya adalah melakukan pengelolaan keuangan program baik yang berupa dana BLM ataupun dana bergulir yang akan disalurkan kepada masyarakat. Keberadaan Upk ini selaku pengelola keuangan program di tengah tengah masyarakat ini menjadi sangat penting fungsi dan peranannya. Selain menerima dana bantuan yang di sebut BLM dan menyalurkannya kepada kelompok masyarakat desa yang terdanai,maka upk juga berperan strategis dalam melakukan tugas pengelolaan dana bergulir simpan pinjam bagi kelompok perempuan yang di sebut dengan kelompok SPP.
Dalam perjalanannya kegiatan dana bergulir ini sudah menjadi akumulasi permodalan SPP yang cukup besar di kecamatan yang selalu beredar di tengah tengah masyarakat. Tidak bisa di pungkiri lagi bahwa keberadaan dana bergulir program PNPM MPd yang ada di kecamatan telan banyak berperan dalam meningkat permodalan bagi usaha mikro kaum perempuan, serta memutuskan ketergantungan dari jeratan para tengkulak dan rentenir tang nyata – nyata merugikan pendapatan bagi pengusaha ekonomi mikro.
Pelestarian output program berupa dana bergulir ini tentu saja menuntut keberadaan Upk yang sehat dan profesional dalam pengelolaannya. Selama ini ketergantungan dana operasional upk terhadap Ops 2% dari BLM memang yang cukup mengkuatirkan bagi beberapa Upk. Kondisi seperti in tentu saja tidak bisa di biarkan begitu saja, karena cepat atau lambat keberadaan bantuan dana BLM ini akan berakhir. Bahkan ada yang terpaksa menjadi lokasi Phase out karena dampak pemekaran dari wilayah kota. Bila kondisi ini terjadi, maka siap atau tidak siap, suka atau tidak suka upk harus mampu mandiri dengan melepaskan ketergantungan terhadap dana ops 2% sebagai dana operasionalnya, atau dengan kata lain upk harus lah bisa hidup membiayai biaya operasionalnya dari penerimaan jasa Spp.
Rumusan Masalah
Ada Upk yang berhasil menciptakan net profit margin yang baik tetapi ada pula upk yang menderita kerugian dalam operasional. Hal ini tentu saja bertentangan dengan ketentuan program yang sudah di atur pada PTO X bahwa maksimal biaya operasional upk adalah 75% dari pendapatan, artinya setiap tahunnya upk haruslah menghasilkan net profit margin sekitar 25% per tahun.
Atas permasalahan tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian terhadap laporan keuangan rugi laba upk di setiap masing masing upk agar dapat di peroleh suatu gambaran, penelitian faktor penyebab besar kecilnya hasil net profit margin masing –masing upk, sehingga faktor penyebab yang mempengaruhi tersebut menjadi faktor pengendalian bagi pengurus Upk dan menjadi faktor pengawasan bagi fasilitator kecamatan dan kabupaten.
Batasan Permasalahan
Bukan bermaksud dengan mengabaikan faktor dominan lain nya yang dapat mempengaruhi tingkat perolehan profit margin upk, tetapi penulis hanya ingin membatasi diri pada permasalahan yaitu dengan menganalisis laporan rugi laba sebagai untuk mengetahui faktor penyebab besar kecilnya net profit margin pada upk serta memberikan kritikan perbaikan yang sesuai terhadap masing-masing komponen laporan rugi laba tersebut.
Metode Analisis
Metode yang dilakukan dalam melakukan analisis ini dalah dengan melakukan perbandingan terhadap laporan rugi laba upk selama tahun buku 2012 yaitu dengan memperbandingkan laporan rugi laba masing masing upk kecamatan, kemudian dilakukan analisis perbandingan pada setiap kompenen laporan rugi laba tersebut dengan ratio kewajaran. Selanjutnya pada masing masing komponen rugi laba tersebut dilakukan kritikan yang sesuai dengan keadaannya.
Defenisi:
1. Laba Bersih Usaha adalah: Merupakan selisih lebih antara Jumlah Pendapatan dikurangi dengan jumlah biaya keseluruhannya selama satu peride teretntu.
2. Pendapatan Operasional merupakan sejumlah Pendapatan yang dterima dan berasal dari kegiatan usaha pokok baik organisasi.
3. Laba berisih operasional didapat dengan cara menghitung seluruh pendapatan operasional dan dikurangi dengan seluruh biaya operasional yang dikeluarkan dalam mengahsilkan pendapatan operasional.
4. Ratio net profit margin operasional di hitung sbb:
Net profit margin ops = Laba bersih operasional x 100
Pendapatan Operasional
Tujuan Analisis
Hasil dari analisis ini selain berdampak pembelajaran penguatan terhada kapasitas tupoksi keuangan kami selaku Faskeu juga diharapakan :
1. Menjadi masukan bagi seluruh pengurus Upk, BKAD dalam menuju upk yang sehat, profesional dan mandiri.
2. Bagi para fasilitator hendaknya menjadi koreksi terhadap pengawasan yang sudah berjalan selama ini terutama bagi pendampingan upk yang biaya operasionalnya sudah melewati 75% ataupun yang hampir mendekati batasan maksimal 75% dari pendapatan upk.
3. Sebagai masukan bagi pihak lain yang berkepentingan dalam pengembangan upk.
Pembahasan Masalah
Yang menggembirakan dari membaca perbandingan laporan rugi laba seluruh upk tersebut adalah :
1. Total penyaluran kredit yang sudah dilakukan oleh Upk PNPM Mpd - reguler selama tahun 2012 adalah Rp 16.825.000.500,- merupakan suatu angka yang fantastis dan 96% diantaranya adalah penyaluran pinjaman dari perguliran dan hanya 4% yang pinjaman yang merupakan dari dana BLM SPP. Ini berarti pemberian pinjaman modal kerja usaha mikro bagi masyarakat lokasi PNPM Mpd cukup memadai adanya, sehingga keberlangsungan pelestariannya yang harus tetap di jaga dan dipertahankan.
2. Selama tahun 2012 jumlah pendapatan Upk PNPM Mpd reguler adalah Rp 1.797.882.418,- yang mana 89% berasal dari pendapatan operasional usaha , 4% berasal dari bunga Bank rekening SPP dan 7% berasal dari Ops upk 2% dana BLM. Artinya ketergantungan upk terhadap dana operasional 2% dari BLM tidaklah menjadi dominan adanya, melainkan upk sudah mampu mandiri secara operasional dari pendapatan usahanya, sehinga aktifitas penyaluran dana bergulir akan dapat berlangsung terus menerus meski ada atau tanpa adanya dana ops 2% BLM dari pemerintah. Tapi sayang nya kondisi seperti ini tidaklah merata di seluruh Upk kecamatan, karena masih ada beberapa upk yang perlu dukungan dana ops 2% dari BLM, Hal ini akan di analisis lebih mendalam pada paparan selanjutnya.
1.UPK KECAMATAN SIULAK:
Merupakan Upk yang paling sukses dalam menyalurkan kredit ke masyarakat Rp6,09 milyar dengan jumlah pendapatan jasa SPP ny adalah Rp Rp559,44 jt dan juga merupakan Upk yang paling besar tingkat net profit margin nya yaitu 78%, berarti segenap seluruh pelaku di kecamatan Siulak telah berhasil mengelola kegiatan ke upk an sangat efisien yaitu hanya dengan biaya operasiona sekitar 22% dari pendapatan operasionalnya.
Hanya perlu perhatian selanjutnya adalah pada biaya operasional lain lain Rp 16,05 jt, jumlah ini mengalahkan jumlah biaya MAD/TV/BPUPK yang berjumlah Rp 13,0 jt. Sebagai biaya yang bersifat isidentil sehrausnya porsi biaya lain lain itu adalah kecil jika dibandingkan dengan biaya MAD/TV/BPUPK.
2.UPK KECAMATAN KAYU ARO
Sealam tahun 2012 Upk Kec Kayu Aro telah berhasil menyalurkan kredit SPP ke masyarakat Rp 2,751 Milyar dengan jumlah pendapatan jasa SPP Rp 313,33o jt dan tingkat net profit margin nya dalah 61%. Nilai ini masih tergolong efisien karena hanya membutuhkan biaya operasional sekitar 39% dari pendapatan operasionalnya.
Kelemahan dari pengelolaan upk ini adalah:
1. Jumlah biaya verifikasi pinjaman perguliran menurut data rugi laba adalah 0,6% padahal batas maksimum yang diperkenankan pada PTO X adalah 0,5% dari jumlah yang akan di gulirkan.
2. Jumlah pendapatan Jasa Bank SPP adalah Rp 11,90 jt atau 3,5% terhadap total pendapatan Upk merupakan lebih besar dari Upk Siulak yang hanya 0,5% Pendapatan Bunga Bank SPP nya. Artinya dana SPP memang cukup lama terpendam direkening bank, hal ini tentu tidaklah dianjurkan oleh program mengingat dana bergulir yang memang diperuntukan oleh pemerintah adalah untuk memperkuat permodalan masyarakat miskin atau pengusaha mikro di perdesaan.
3.UPK KECAMATAN GUNUNG KERINCI
Upk Gunung Kerinci di tahun 2012 tidak ada penyaluran BLM – SPP, jadi penyaluran kredit senilai Rp 1,022 milyar merupakan penyaluran kredit dari dana perguliran. Jumlah Pendapatan jasa yang diperoleh selama tahun 2012 adalah Rp 96,133 jt. Sedangkan jumlah net profit margin yang dihasilkan adalah 35% dari total pendapatan operasionalnya. Artinya 65% dari jumlah Pendapatan Usaha upk habis dipergunakan untuk biaya operasionalnya. Hal ini kuranglah efisien jika di perbandingkan Upk tetangga nya Kec Kayu Aro dan Kec Siulak. Hal – hal perlu diperhatikan dalam pengelolaan upk ini adalah:
1. Penyaluran dana perguliran tidak maksimal adanya. Hal ini terlihat dari jumlah Bunga Bank SPP Rp11,245 jt atau 9% dari jumlah pendapatan upk keseluruhannya. Artinya ada banyak dana SPP yang mengendap setiap bulannya di rekening Bank. Hal ini haruslah menjadi perhatian semua pihak dan segera mencari solusi terbaik agar hak hak masyarakat miskin terhadap akses permodal SPP di kecamatan Gunung kerinci dapat diperoleh dengan baik.
2. Upk Gunung Kerinci belum lah efisien dalam hal pengeluaran biaya transportasi 18% dan biaya administrasi 5% dari jumlah pendapatan operasionalnya. Perlu dilakukan kontrol pengendalian secara benar agar pengeluaran biaya tarsnport dan administrasi tepat dan efektif dalam penggunannya, misalnya adalah konsisten terhadap RAO & RAPB upk yang sudah di syahkan pada forum MAD.
3. Perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap faktor faktor yang menghambat kegiatan perguliran di kec Gunung Kerinci agar dapat dicarikan jalan penyelesaiannya, sehingga tidak akan mengganggu terhadap kelancaran aktifitas perguliran di sana.
4.KECAMATAN KELILING DANAU
Upk Kecamatan Keliling Danau merupakan Upk no 2 terbesar dalam penyaluran kredit dan profit marginnya selama tahun 2012, yaitu Jumlah penyaluran kredit SPP Rp 3,213 milyar dengan Pendapatan jasa SPP Rp 308,492 jt,- dan net profit margin nya adalah 74% dari pendapatan operasionalnya. Upk Kec Keliling Danau ini cukup efisien dalam mengelola operasional kegiatannya yaitu 26% dari pendapatan operasionalnya yang di gunakan sebagai biaya operasional usahanya. Upk ini cukup maksimal dalam penyaluran kredit ke masyarakat keliling Danau, hal ini terlihat dari Bunga Bank SPP yang diterima hanya 1,5% dari pendapatan Upk. Artinya endapan dana di Bank SPP tidak terlalu besar.
Hal hal yang menjadi perhatian perbaikan bagi upk keliling danau ini adalah:
1. Penyajian biaya penyusutan yang cukup besar perlu dilakukan penghitungan kembali kebenarannya.
2. Data laporan yang tidak konsisten setiap bulannya perlu dilakukan pembenahan secara maksimal agar data –data laporan keuangan yang disampaikan adalah valid adanya.
5.UPK KECAMATAN HAMPARAN RAWANG
Merupakan kecamatan yang sudah di phase out kan dari program PNPM MPd , dimana setiap tahunnya kecamatan hampran rawang tidak lagi mendapat dana partsipasi BLM dari program PNPM MPd. Artinya upk kec Hamparan Rawang setiap tahunnya haruslah mampu mendanai kegiatan operasional secara mandiri dari pendapatan operasionalnya, karena bantuan ops upk 2% dari BLM sudah tidak ada lagi.
Pada tahun 2012 upk kec Hamparan Rawang telah menyalurkan perguliran dana SPP ke masyarakat hamparan Rawang sebesar Rp 1,971 Milyar setahun dengan pendapatan jasa SPP Rp 175,750 jt,- dan tingkat net profit margin adalah 58,% atau dengan kata lainnya adalah 42% dari Pendapatan Jasa SPP nya dipergunakan untuk biaya operasional kegiatan, Ratio ini masih di bawah ketentuan 75%, tetapi jika diperbandingkan dengan kecamatan tetangga lainnya masih kurang efisien.
Upk kec Hamparan rawang juga cukup maksimal dalam kegiatan oenyaluran dana bergulir ke masyarakat pengusaha mikro, hal ini terlihat dari pendapatan Bunga Bank Spp hanya 0,6% dari total pendapatan Upk, berarti perpuataran dana di kecamatan cuku cepat, sehingga penumpukan dana di Bank lebih sedikit.
Hal hal yang perlu di perbaiki dari pengelolaan upk ini adalah:
Porsi honor pengurus sebesar 33% dari jumlah pendapatan operasional upk merupkan kurang efisien jika jika kita perbandingkan dengan kecamatan Kayu aro 18%, kec Siulak 10%.
6.UPK KECAMATAN GUNUNG 7
Upk kec Gunung 7 pada tahun 2012 telah melakukan perguliran sebesar Rp 621,500 jt,- dengan pendpatan jasa SPP Rp 54,390 jt,-, sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan adalah Rp 75,813 jt . Artinya pada tahun 2012 Upk Kec Gunung 7 secara operasional telah merugi Rp 21,423,- jt, tetapi kerugan ini masih tertutupi oleh penerimaan Ops % Rp 21,975 jt,- dan penerimaan bunga Bank SPP Rp 20,798 jt,-, namun demikian secara operasional Upk ini telah memiliki negatif profit margin 13%. Secara hitungan bisnis maka upk Gunung 7 sangatlah riskan keberlangsungan keberadaanya. Hal ini tentut tidaklah bisah di diamkan dan haruslah dicari solusi perbaikan dari pengelolaan upk ini.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan upk ini:
1. Upk ini haruslah bisa melakukan penyaluran pinjaman ke masyarakat diatas 1 Milyar setahun agar diperoleh tingkat pendapatan jasa yang memadai untuk operasionalnya.
2. Pengurus Upk haruslah melakukan efisiensi terhadap biaya biaya operasionalnya sbb:
a. Honor Pengurus ........Rp 43,80 jt,- ( 81%)
b. Administrasi & Umum ....Rp 4,58 jt,- (8%)
c. Transportasi .........Rp 15,65 jt,- (29%)
Terlihat pengeluaran honor pengurus menyerap terbesar pendapatan jasa SPP setiap tahunnya
3. Jika tidak mendapat bantuan ops Upk 2% dari BLM sebesar Rp 21,975 jt,-, maka upk Gunung 7 telah menderita kerugian di tahun 2012 sebesar Rp 9,204 jt rupiah atau setiap bulannya merugi Rp 768,- ribu rupiah.
4. Dalam hal pengelolaan administrasi dan pelaporan upk Gunung 7 ini perlu pendampingan yang sangat maksimal oleh fasilitator agar pengawasan pembinaan dapat berjalan baik.
5. Kondisi upk merugi ini tentu tidaklah dapat diperkenankan, maka seharus nya sudah ada tindakan fasilitasi perbaikan yang nyata oleh fasilitator kecamatan.
7.UPK KECAMATAN SITINJAU LAUT.
Upk Kecamatan Sitinjau laut pada tahn 2012 tidak ada melakukan akses BLM SPP, otomatis penyaluran kredit ke masyarakat hanya dari kegiotan dana bergulir Rp 1,147 milyar, dengan perolehan pendapatan jasa SPP Rp 99,280 juta rupiah
Dari data laporan rugi laba UPK periode tahun 2012 dapat di kritisi hal hal sbb:
1. Peran pendapatan jasa SPP terhadap pendapatan UPK hanya 67% dari total pendapatan UPK pada tahun 2012, sehingga pendapatan dari bunga Bank SPP dan pendapatan ops2% non SPP masih memegang peranan cukup penting.
2. Nilai pendapatan yang berasal dari bunga Bank SPP Rp 20,798 juta atau sekitar 14% rationya terhadap total nialai pendapatan UPK. Tingginya nilai pendapatan bunga bank SPP ini merupakan indikasi lambatnya perputaran dana SPP oleh upk, sehingga selalu terjadi penumpukan dana di rekening bank SPP. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh program dalam upaya peningkatan modal kerja bagi RTM pengusaha mikro.
3. Honor pengurus 52% merupakan ratio terbesar dari keseluruhan komponen biaya operasional upk. Ratio ini menunjukan bahwa dari jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh Upk 52% terserap hanya untuk honor pengurus. Hal ini haruslah menjadi perhatian semua pihak hendaknya dalam melakukan penataan kembali.
4. Biaya penyusutan 9% secara nilai ratio merupakan ratio terbesar jika dibandingkan dengan ratio penyusutan di UPK tetangganya.
5. Adanya biaya lain-lain operasional 13% di nilai cukup besar jumlahnya. Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan aktivitas UPK dalam melakukan peguliran seperti insentif tim verifikasi dan MAD perguliran.
6. Net profit margin operasional UPK hanya berkisar 5%, artinya dari pendapatan jasa SPP yang dihasil oleh UPK pada tahun 2012 sebesar 95% di serap untuk biaya operasional UPK, sehingga kemampuan Upk dalam penambahan modal kerja, pemberian dana RTM dan Dana kelembagaan yang berasal dari surlfus sangat lemah sekali.
KESIMPULAN
Setelah melakukan perbandingan terhadap laporan rugi laba 7 upk PNPM MPd selama tahun 2012 dan setelah menganalisisnya satu persatu maka dapat di simpulkan hal hal sbb:
1. Upk yang sangat baik pengelolaan dana bergulirnya dan efisien sehinga menghasilkan net profit margin operasional yang tinggi adalah Upk Kecamatan siulak dengan total penyaluran kredit Rp 6,009 milyar dan ratio net profit margin operasional 78%.
2. Upk yang minus secara operasional dan sangat tergantung kepada ops 2% Blm adalah Upk Kecamatan Gunung 7 dengan potensi kerugian adalah Rp 9,204juta rupiah.
3. Secara umum belum terlihat adanya kegiatan peningkatan kapasitas berupa pelatihan pelatihan yang di danai oleh operasional Upk dan hanya pada kecamatan Gunung 7 yang terlihat ada biaya peningkatan kapasitas Rp 1.580.000,-. Alangkah baiknya bagi Upk yang secara operasional dinilai cukup mapan agar melakukan pelatihan pelatihan terhadap kelompok kelompok SPP binaannya agar terjadi peningkatan dan pengembangan kelompok SPP secara manajerial maupun secara keuangan.
SARAN SARAN
Dari hasil pembahasan dan paparan kesimpulan tersebut diatas, maka dapat disarankan untuk menjadi perbaikan hal hal sbb:
1. Bagi Upk yang yang biaya operasional sudah > 75% terhadap pendapatan operasional maka harus melakukan sejumlah tindak perbaikan yang dipandang perlu agar upk yang dimaksud tidak melanggar ketentuan yang sudah di tetapkan pada PTO X PNPM MPd. Ada sejumlah tindakan yang dapat diambil di interen upk dalam upaya penyelamatan agar tidak melanggar ketentuan batas biaya operasional maksimum 75% antara lain:
a. Melalukan peningkatan pendapatan jasa SPP dengan memaksimlakan perguliran dana SPP ke masyarakat, tetapi hal ini tentu menjadi pilihan yang sangat sulit bagi Upk yang sedang bermasalah dalam larangan perguliran.
b. Memangkas seluruh biaya se hemat dan se efisien mungkin dan selalu disiplin setiap bulannya dalam mengontrol biaya pengeluarannya.
c. Melakukan review terhadap jumlah kelayakan kepengurusan upk dengan dasar pertimbangan kemampuan dana operasional Upk.
2. Bagi Upk yang memiliki pendapatan bunga Bank SPP yang cukup besar merupakan indikasi tidak maksimalnya dalam penyaluran modal kerja pinjaman ke masyarakat, hal ini harus segera dicari terobosan perbaikannya tetapi dengan tidak melanggar ketentuan dan yang ada.
3. Agar kontrol terhadap biaya biaya upk berjalan sebaiknya pengurus upk harus membuat kartu kontrol biaya.
Demikianlah kajian analisis ini di buat agar menjadi pertimbangan dan masukan bagi semua pihak dalam upaya perbaikan pengelolaan ke upk an ataupun pelestarian kegiatan perguliran dana program PNPM MPd di masyarakat.
Sungai penuh, 10 Juni 2013
Wassalam,
JONNEDI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar